Banyaknya event keroncong yang masih dilaksanakan sampai sekarang, jadi bukti bahwa jenis musik ini masih lestari. Tetap awet hingga sekarang karena kemampuannya beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan esensi tradisionalnya. Sejarah musik keroncong pun tak lekang oleh zaman.
Selain itu, keberlanjutan popularitas keroncong juga didukung oleh komunitas penggemar yang kuat. Pun karena upaya generasi muda dalam melestarikan serta mengembangkan genre yang satu ini. Semisal dengan diadakannya event budaya seperti Solo Keroncong Festival dan Keroncong Plesiran di Yogyakarta. Kebetulan di tahun 2024, keduanya sama-sama dilaksanakan pada bulan Juli. Walhasil keroncong mampu memuaskan para pecintanya!
Sejarah Musik Keroncong
Baiknya menengok ke belakang. Kita tengok sejarah keroncong di Indonesia. Dahulu, mulanya musik keroncong diperkenalkan oleh bangsa Portugis. Sebagai sarana hiburan untuk para budak mereka yang berasal dari Afrika Utara dan India. Para budak ini diberi kesempatan memainkan alat musik dan berkolaborasi dengan tuan mereka, memainkan musik rakyat Portugis yang disebut Fado.
Budak dari Ambon juga ikut memainkan instrumen dengan mengadopsi gaya fado ini. Kisah keroncong dimulai pada akhir abad ke-16, ketika kekuasaan Portugis mulai surut dan digantikan oleh Belanda. Meskipun demikian, musik ini tetap dimainkan oleh para budak Ambon yang tinggal di Kampung Toegoe Jakarta Utara beserta keturunan mereka. Musik ini terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu hingga pada abad ke-19 dikenal dengan nama keroncong.
Baca Juga: 8 Tips Agar Jadi Penonton Beruntung, Simak Jadwal Motocross 2024 Indonesia
Asal Usul Nama Keroncong
Keroncong biasanya menggunakan alat musik seperti ukulele, cak (ukulele dengan 4 senar logam), cuk (ukulele dengan 3 senar usus), gitar, biola, flute, selo (cello), dan bass.
Istilah keroncong berasal dari bunyi khas musiknya yang berbunyi “crong-crong.” Selain itu, ada yang berpendapat bahwa kata keroncong berasal dari bahasa Portugis, di mana ukulele disebut croucho, yang berarti kecil.
Perkembangan Musik Keroncong di Indonesia
Dalam perjalanannya, keroncong mengalami masa keemasan dan sangat populer di kalangan anak muda pada masa revolusi. Sehingga banyak lagu perjuangan yang dimainkan dengan gaya keroncong.
Setelah berkembang, Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen menaklukkan Pulau Banda, Maluku pada tahun 1621. Para tawanan dari Pulau Banda kemudian dijadikan budak dan dikirim ke Kampoeng Toegoe serta Pulau Bandan di Batavia.
Para budak yang berada di Kampung Bandan kemudian menjadikan musik keroncong lebih dikenal. Terutama jenis Prounga yang biasa dinyanyikan di dalam gereja, kemudian disebut dengan keroncong Bandan.
Keturunan Portugis kemudian pindah ke Cilincing dan membangun Gereja Tugu pada tahun 1673, dari situlah Keroncong Tugu dikenal. Keroncong Tugu juga berkembang ke Kemayoran sekitar tahun 1918-1919 di kalangan orang Indo-Belanda, sehingga disebut keroncong Kemayoran. Selain Keroncong Tugu dan Kemayoran, keroncong Kaparino dan Nina Bobo juga terkenal.
Perkembangan keroncong tidak berhenti di situ. Musik ini mengalami masa keemasan selama periode revolusi Indonesia, di mana banyak lagu perjuangan diaransemen dalam gaya keroncong. Lagu karya maestro Ismail Marzuki yang berjudul ‘Sepasang Mata Bola’ misalnya. Berubah menjadi lagu perjuangan dimana syairnya bisa menyihir pejuang-pejuang muda dan secara tidak sengaja tertanam dalam jiwa dan pemikirannya.
Tokoh-tokoh terkenal seperti Gesang, dengan lagunya “Bengawan Solo,” dan penyanyi seperti Waldjinah dan Sundari Sukoco membantu memperkuat posisi keroncong dalam budaya musik Indonesia. Hingga kini, keroncong terus berkembang dengan adaptasi dan inovasi oleh musisi modern, yang menjaga genre ini tetap relevan dan dikenal oleh generasi baru. Keberlanjutan ini juga didukung oleh Piagam Pelestarian Pusaka 2003, yang menetapkan keroncong sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan.
Baca Juga: Belum Usai, Ini Kalender Event Bulan Juli 2024 Sarat Makna Mendalam!
Inovasi Keroncong
Lambat lain, supaya bisa mencuri hati lebih banyak orang terutama generasi muda, keroncong mengalami inovasi. Seperti diasimilasi dengan genre musik lain. Pada tahun 1970-an musik keroncong telah dikemas sebagai musik modern dengan memainkan musik-musik pop. Keroncong dianggap sebagai jenis musik
pop pertama di Indonesia. Lagu pop yang dinyanyikan dengan gaya keroncong menjadi terkenal. Misalnya dengan lagu Bunga di Tepi Jalan yang dinyanyikan dengan ciri khas keroncong oleh grup Koes Plus.
Selanjutnya ada Musisi Nya’ Ina Raesuki yang mengajak musisi lintas genre. Yakni Dian HP (pop) dan Riza Ahmad (jazz) yang memainkan keroncong dalam album “Keroncong Tenggara.” Pada tahun 1999, Erwin Gutawa membuat karya apik dengan menggabungkan suara almarhum Chrisye dengan penyanyi langgam Waldjinah dalam lagu “Semusim.”
Selanjutnya ada perpaduan antara keroncong dengan dangdut yang disebut cangdut. Menghasilkan lagu-lagu populer seperti “Dinda Bestari”, “Telamaya”, dan “Gambang Semarang.” Kemudian Hetty Koes Endang memperkenalkan keroncong disco reggae dalam album “Tenda Biru” dan “Kau Tercipta Bukan Untukku.” Ada juga Ismet Yanuar memperkenalkan Keroncong Beat.
Di kalangan muda-mudi, ada Bondan Prakoso dan grup Fade2Black yang berupaya mengangkat pamor sekaligus melestarikan keroncong. Mereka menggabungkan genre musik keroncong dengan hiphop. Lahirlah lagu Keroncong Protol yang sukses menggaet hati penggemar dari generasi muda.
Festival Musik Keroncong
Festival musik keroncong merupakan ajang yang merayakan dan mempromosikan musik keroncong, baik tradisional maupun modern. Festival ini biasanya menampilkan berbagai pertunjukan dari musisi keroncong terkenal hingga talenta baru, memperlihatkan berbagai gaya dan interpretasi keroncong. Selain pertunjukan musik, festival ini seringkali dilengkapi dengan seminar, lokakarya, dan pameran yang membahas sejarah, perkembangan, dan teknik bermusik keroncong. Acara semacam ini penting dalam melestarikan dan mengembangkan keroncong sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia. Juga yang terpenting adalah memperkenalkan genre ini kepada generasi muda dan penonton internasional.
Adapun acara festival musik keroncong Indonesia yang terkenal antara lain Festival Keroncong Mataram, Festival Keroncong Tugu, Festival Keroncong Kemayoran, dan lain sebagainya. Yang terbaru ada Solo Keroncong Festival 2024 dan Keroncong Plesiran Yogyakarta 2024.
Sejarah musik keroncong di Indonesia mencatat bagaimana genre ini berkembang dengan sangat baik di tanah air. Penggemarnya selalu ada, dibuktikan dengan masih langgengnya musik ini yang berhasil beradaptasi dengan perkembangan zaman. Diadakannya festival keroncong secara rutin juga mampu menjaga eksistensi dan mendongkrak popularitasnya.
0 comments on “Sejarah Musik Keroncong, Masih Eksis Sampai Berinovasi dengan Genre Lain”