Desa Wisata Muntei berhak membawa pulang piala juara pertama. Dalam gelaran ADWI 2023, salah satu tujuan liburan di Mentawai ini menjadi yang terbaik dalam Kategori Daya Tarik Pengunjung. Terjamin, bakal memberikan pengalaman menarik dan unik bagi para pengunjungnya. Oya, tahukah Kawanjo? Desa Wisata Muntei memecahkan rekor MURI sebagai desa wisata yang memiliki seni rajah tubuh (tato) tertua, lho!
Lokasi Desa Wisata Muntei
Desa Wisata Muntei menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Mentawai, Sumatera Barat. Apalagi perannya penting, sebagai salah satu gerbang masuknya pengunjung wisata Siberut Selatan. Desa ini tepatnya terletak di Jalan Raya Muntei, Dusun Muntei, Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Untuk sampai di Desa Muntei, Kawanjo bisa berangkat dari pelabuhan Maileppet. Dengan naik ojek, perjalanan dapat ditempuh selama 15 hingga 20 menit ke Desa Muntei, karena menempuh jarak sepanjang 9 km.
Baca juga: Angin Segar Bagi Sumbar Tahun Ini, Bandara Rokot Mentawai Bakal Segera Beroperasi
Daya Tarik Desa Wisata Muntei Mentawai
Warga Desa Muntei menggunakan tato untuk membedakan antar klan. Mereka menggunakan teknik tradisional untuk merapat tubuh. Bahan yang dipakai berasal dari arang kayu kemudian dicampur dengan perasan tebu. Untuk membentuk berbagai motif pada kulit, mereka menggunakan duri atau jarum yang telah dicelupkan pada tinta tadi. Atas bagian dari tradisi turun temurun ini, Desa Wisata Muntei mendapatkan rekor MURI sebagai desa wisata yang memiliki seni rajah tubuh (tato) tertua.
Namun, selang beberapa hari, seorang antropolog Mentawai bernama Juniator Tulius menyikapi hal ini. Beliau membuka forum diskusi kepada pihak MURI untuk meninjau kembali, apakah benar tato tertua benar-benar dari Desa Muntei sesuai rekor yang ditetapkan. Sebab Mentawai sendiri memiliki banyak desa dan beberapa lebih dahulu ada dibandingkan Muntei. Di sisi lain, masyarakat dari desa ini ada yang merupakan pindahan dari beberapa kampung tradisional di pedalaman Pulau Siberut.
Tak hanya itu, sang antropolog juga menyampaikan bahwa seni tato merupakan budaya pra sejarah. Di mana tidak hanya penduduk Muntei saja yang menggunakannya sejak dulu kala. Di beberapa daerah di Indonesia juga memiliki kebudayaan serupa. Seperti pada masyarakat Suku Dayak di Kalimantan dan warga Nusa Tenggara. Tidak ada penetapan, kapan waktu yang jelas, tradisi tato mulai ada di Nusantara.
Baca juga: Paket Wisata Mentawai, Seni Berburu Suku Asli Hingga Menikmati Pesona Alamnya yang Menakjubkan
Tanpa mengabaikan seni tato milik warga Desa Muntei, masih ada beberapa daya tarik yang bisa dinikmati di sini. Kesemuanya menjadi ciri khas daerah yang menjunjung tinggi tradisi dan budaya. Di antaranya:
- Rumah Adat
Di kawasan Desa Wisata Muntei, terdapat dua rumah tradisional. Masing-masing adalah milik Suku Sakukuret dan milik Suku Salakkopa. Rumah adat ini merupakan rumah panggung dari kayu, dilengkapi dengan kolong di bawahnya. Kolong rumah digunakan untuk tempat menyimpan kayu bakar dan kanfang hewan.
Sedangkan, tiang-tiang penyangga terbuat dari kayu dengan pondasi dari semen. Kolong-kolong rumah tersebut berfungsi sebagai tempat menyimpan kayu bakar dan hewan ternak babi. Tangga utama naik terletak di bagian depan dan terbuat dari batu yang disusun persegi.
- Pengolahan Sagu
Penduduk Desa Wisata Muntei masih mengandalkan sagu sebagai makanan pokok, meski beras juga sudah mulai banyak digunakan. Selain untuk mencari bahan makanan pokok, para penduduk mengajak pengunjung untuk terlibat dalam pengolahan sagu. Mulai dari mengambil dari pohon hingga mengolah jadi bahan siap masak. Sagu yang ada pun dikreasikan menjadi makanan bernilai ekonomis lebih tinggi. Cocok untuk dijadikan oleh-oleh setelah berkunjung ke Desa Wisata Muntei, seperti nastar sagu magok dan sagu kapurut. - Masakan Ulat Sagu
Selain batangnya yang diolah jadi makanan, pohon sagu juga bisa jadi tempat hidup ulat sagu. Tepatnya pohon yang sudah membusuk. Ulat sagu atau tamra ini dipercaya memiliki kandungan protein yang tinggi. Meski nampak menggelikan, masyarakat Desa Wisata Muntei mampu mengolahnya jadi masakan enak. Salah satunya adalah Tamra Sigajai. Kawanjo bisa ikut mencari ulat sagu kemudian mencicipi masakannya. - Baju Tradisional Kabit
Satu lagi bukti bahwa masyarakat Desa Wisata Muntei masih memegang tradisi yang justru jadi hal menarik, yakni baju tradisional kabit. Sebagai informasi, penduduk desa ini belum mengenal tenun dan membuat baju dengan tanpa benang atau jahitan. Mereka mengandalkan dedaunan. Seperti baju kabit yang dikenakan kaum lelaki. Baju ini berfungsi untuk menutupi tubuh bagian bawah dan terbuat dari kulit kayu cawat atau baiko dalam Bahasa Mentawai. Sedangkan kaum perempuan mengenakan pelepah daun pisang yang dirangkai jadi mirip rok untuk menutupi tubuh bagian bawah. Sedangkan bagian atas tubuh menggunakan rumbia yang dirajut mirip baju. - Produk Kerajinan
Jangan lupa membeli kenang-kenangan sebagai usaha mengawetkan sensasi menarik saat berlibur di Desa Wisata Muntei. Ada banyak produk menarik bikinan masyarakat desa yang unik dan bernilai tinggi, seperti gelang leccu dari anyaman rotan dan topi tobat leleu atau topi khas Mentawai yang terbuat dari daun enau. Ada juga hiasan dinding bergambar panah dan monyet, terbuat dari bambu dan kulit kayu yang dihaluskan. Selanjutnya adalah miniatur rumah adat dan terakhir adalah tiruan senjata tradisional bernama Koraibit atau tameng dan paluga atau pendayung.
Baca juga: Inilah Keindahan Alam Mentawai yang Bisa Kamu Coba
Ternyata benar, tak hanya tato yang membuat Desa Wisata Muntei Mentawai sangat menarik. Masih ada banyak aktivitas yang bisa Kawanjo lakukan di sini. Pasti menjadi pengalaman seru yang susah terlupakan!
0 comments on “Desa Wisata Muntei Juara 1 ADWI 2023, Apa Masih Bisa Rekor MURI? ”